Sejarah Sistematika Nuzulnya Wahyu

Ustadz Abdullah Said adalah manusia yang tidak pernah puas dengan hasil yang diperolehnya. Tergolong orang yang anti kemapanan. Bukan berarti bahwa dia tidak mensyukuri apa yang telah diperolehnya, tapi menurut dia justru rasa syukur itu yang mendorongnya untuk selalu berfikir dan merenung untuk mencapai peningkatan demi peningkatan. Salah satu upaya yang dia lakukan adalah selalu menginstrospeksi diri, mengevaluasi kembali langkah-langkah yang telah ditempuhnya. Ungkapan yang sangat sering terdengar dari beliau, “Jangan ada detik berlalu tanpa membawa kemajuan”. Sehingga tidak pernah berhenti mencari kiat dan cara untuk mengayun langkah lebih cepat. Alasannya, “Sebenarnya kita sangat terlambat memulai pekerjaan ini sehingga kita harus melakukan percepatan".
Ada kalimat yang pernah diucapkannya 3 tahun sebelum Beliau wafat ( ceramah pada Hari Rabu 31 Mei 1995 - 1 Muharram 1416) yang menimbulkan tanda tanya apa yang Beliau maksud dangan ungkapan itu bahwa, "Kita memerlukan waktu 25 tahun lagi untuk mewujudkan  cita-cita yang ingin kita capai. Waktu itu Insya Allah kita sudah berada di seluruh Indonesia dan sudah dapat mempengaruhi kebijakan yang dibuat di negara ini. Tapi ini bisa dipres menjadi 12,5 tahun  dan dipres lagi menjadi 6 tahun kemudian dipres lagi menjadi 3 tahun.
Ustadz Abdullah Said selalu menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai tolok ukur didalam menilai keberhasilan yang dicapai. Sehingga perjalanan kehidupan dan perjuangan Nabi Muhammad-lah yang selalu menjadi standarnya. Pertanyaan yang selalu menyeruak dalam benaknya, “Mengapa Nabi Muhammad begitu cepat mencapai hasil sedang kita tidak. Dalam jangka hanya 23 tahun Nabi betul-betul dapat merampungkan hal-hal yang mendasar dalam perjuangan. Berhasil merubah peta sejarah. Berhasail merombak kultur jahili menjadi kultur islami. Kita sudah berapa kali 23 tahun, belum ada perubahan yang signifikan ke arah perbaikan yang kita buat. Padahal kalau berbicara tentang konsep perjuangan, bukankah Al-Qur’an yang digunakan Nabi Muhammad SAW masih itu juga yang ada sekarang? Tanpa perubahan sedikitpun. Kalau soal berpedoman kepada Al-Qur’an semua lembaga perjuangan Islam mengaku Al-Qur’an sebagai pedomannya. Lalu dimana letak masalahnya.”
Pertanyaan ini selalu muncul kepermukaan dicelah-celah kegiatan menjalankan tugas da’wah sejak masih berada di Makassar, apalagi setelah berada di Darul Hijrah Kalimantan Timur dengan kegiatan da’wah yang lebih menggila. Ustadz Abdullah Said akhirnya mengambil kesimpulan sendiri bahwa rupanya letak kekeliruannya adalah pada cara mempelajari Al-Qur'an. Mungkin karena kita mempelajari Al-Qur’an tidak berdasarkan urut-urutan turunnya. Sehingga cara kita menyelami Al-Qur'an tidak sistimatis. Sekali gus seolah-olah kita tidak yakin dengan kebenaran metode berislam dan metode da'wah yang diajarkan Allah kepada kita.
Karena dapat dipastikan bahwa bukanlah kebetulan kalau S.Al-Alaq 1 -5 yang pertama diturunkan kemudian surah-surah yang lain. Pasti ada target Allah SWT dibalik itu. Akhirnya keinginan untuk mencoba menggali Al-Qur’an secara sistimatis ini dilakukan. Terlebih-lebih setelah menemukan tafsir yang dibuat oleh Buya Abdul Malik Ahmad yang diberi nama Tafsir Sinar yang memulai penafsirannya dari Surah Al-Alaq 1 – 5. Dalam hatinya berkata bahwa, berarti bukan hanya saya yang berfikir seperti ini, sudah ada ulama besar yang telah menuang dalam tulisannya. Kendatipun penafsiran yang dibuat Buya Malik Ahmad di dalam tafsir itu tidak terlalu mendalam tapi tafsir itu betul-betul merupakan dorongan yang sangat besar kepadanya untuk menggali lebih jauh.
Disamping beliau aktif meggeluti penelusuran terhadap referensi yang mendukung kajian tentang urut-urutan turunnya wahyu ini, guru-guru yang nota bene jebolan pesantren, santri-santri dan jama'ah pada umumnya diminta mencari referensi dari berbagai sumber untuk pengayaan sistimatika turunnya wahyu ini. Hasil penelusuran menyimpulkan bahwa S.Al-'Alaq 1 – 5 cukup kuat dalilnya sebagai wahyu yang pertama di turunkan. Termasuk tafsir Ibnu Katsir mengemukakan bahwa Surah Al-Alaq 1-5 sebagai wahyu pertama kemudian menyusul  Surah Al-Qalam, Surah Al- Muzzammil, Surah Al-Muddatstsir, lalu Srah Al-Fatihah.
Disinilah awalnya beliau gigih menggali dan mencari rahasia dibalik sistimatika nuzulnya wahyu ini. Mulailah dia menggali kandungan wahyu pertama itu dengan melibatkan kawan-kawan dan orang-orang yang berkompeten dalam hal ini. Didalam benaknya selalu timbul asumsi bahwa tidaklah mungkin wahyu pertama itu tidak mengandung keluarbiasaan. Buktinya kalau kita mempelajari sejarah pada waktu wahyu pertama ini turun kondisi masyarakat Jahiliyah sudah mengalami perubahan yang drastis. Sudah terjadi kehebohan yang luar biasa. Memang ada beberapa pertanyaan yang menggelitik sehubungan dengan turunnya wahyu pertama ini. Sejak inilah mulai dikenal manhaj sistematika nuzulnya wahyu atau sistematika wahyu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar