Iqro’ Bismirabbik; Membaca Bersyarat

Ketika seseorang memberikan perintah “Bacalah!” tentu akan terpikir dibenak kita “Apa yang dibaca?”, “Membaca untuk apa?”, “Bagaimana cara membacanya?”. Barangkali pertanyaan seperti itulah yang berkembang dalam pikiran Muhammad saw, ketika malaikat Jibril menyampaikan perintah untuk membaca. Muhammad bingung, apa yang harus dibaca, untuk apa, serta bagaimana cara membacanya? Maka satu-satunya jawaban yang dapat beliau berikan adalah “Saya tidak dapat membaca” jawaban yang sangat cerdas. Di sini dapat kita tangkap, bahwa Muhammad memiliki pribadi yang luhur. Dengan sikap yang rendah hati (tawadlu), beliau memberikan jawaban yang sejujurnya. Tidak latah dan sok tahu. Jawaban ini juga memberikan harapan agar yang memerintahkan membaca itu segera memberikan bimbingan.
Perintah iqro’ memang mengandung interpretasi yang luas, sehingga memerlukan penjelasan yang spesifik lagi, agar tidak menimbulkan presepsi yang keliru. Jibril memahami akan hal ini, sehingga ia tidak menunda-nunda ketika berulang sampai tiga kali Muhammad memberikan jawaban yang sama “Saya tidak dapat membaca”. Jibril melanjutkan perintahnya secara lengkap “Bacalah dengan menyebut nama Robbmu yang menciptakan”.
Kalimat perintah iqro’ pada ayat di atas tidak dijelaskan obyek (maf’ul bih)nya. Dalam ilmu nahwu, perintah membaca tersebut bermakna tidak ditunjukkan pada obyek tertentu, tetapi memiliki makna yang umum. Sedangkan menurut ilmu balaghah, perintah iqro’ pada ayat tersebut tidak bersifat muthlaq, tetapi muqayyat (bersyarat). Maksudnya, bahwa perintah membaca pada konteks ayat di atas tidak asal membaca atau membaca bebas nilai, tetapi dengan syarat menyebut asma Robb yang menciptakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar