Kendala Iqro’ Bismirobbik

Banyak orang yang beriqro’, tapi tidak mencapai kebenaran yang hakiki. Mereka dapat melihat keajaiban alam raya tetapi tidak menghantarkan dirinya semakin beriman,malah kesombongan yang bertambah. Perkembangan iptek yang seharusnya membawa kesejahteraan malah mendatangkan malapetaka. Semua ini karena orang belum mengembangkan sains dan teknologi dengan landasan bismirobbik. Bahkan ada yang sudah membaca Al-Qur’an, tetapi tidak dapat menjadikan Al-Qur’an sebagai ikutan, malah mempolitisir ayat-ayat suci untuk kepentingan sesaat. Kebenaran kadang sudah di depan mata, tetapi manusia tidak dapat atau juga tidak mau mengambilnya. Ada beberapa kendala yang membelenggu manusia sehingga tidak mampu mencapai kebenaran. Seruan-seruan kebenaran tidak didengar, berita-berita alam akhirat yang menggemparkan tidak dipercayainya. Semua dianggap sebagai angin lalu. Mengapa? Ada “penjara jiwa” yang menjadi kendala seseorang untuk beriqro’ Bismirobbik. Kendala-kendala itu antara lain :


a) Belenggu tradisi dan sejarah
Tradisi adalah kebiasaan yang berulang-ulang sehingga membuat orang tergantung padanya. Orang yang sudah tergantung tradisi tidak mudah menerima hal baru. Padahal tidak semua tradisi bernilai benar. Orang yang terbelenggu pada trades syirik, tidak mudah menerima ajaran tauhid. Sebagaimana firman Alloh SWT;

Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". mereka menjawab: "(Tidak), tapi Kami (hanya) mengikuti apa yang Kami dapati bapak-bapak Kami mengerjakannya". dan Apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?. (QS 31/Lukman : 21)

Demikian pula dengan sejarah, banyak orang yang terbelenggu olehnya. Sejarah memang dapat juga dipakai sebagai pelajaran untuk memperbaiki diri. Bahkan dalam Al-Qur’an banyak didapati perintah agar kita mengambil peajaran dari berbagai peristiwa masa lalu untuk merencanakan masa depan.tapi tidak sedikit seseorang atau sekelompok kaum yang terjangkit kesombongan dan tidak mau menerima kebenaran karena sejarahnya. Orang Yahudi tidak mau menerima kehadiran Rosul terakhir dari keturunan Arab, karena merasa memiliki sejarah yang lebih baik. Mereka merasa lebih berhak mendapatkan amanah kenabian dari pada Muhammad saw yang bangsa Arab.

b) Fanatisme kesukuan atau kebangsaan
Sudah merupakan kodrat Aloh SWT bahwa manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Karena itu ersuku dan berbangsa sah-sah saja. Tetapi kalau kesuuan dan kebangsaan itu menjurus pada fanatisme ‘ashobiyah’, tanda bahaya sudah menyala. Mereka yag demikian tidak dapat menerima kebenaran dari golongan lain karena merasa dirinya lebih besar. Bahkan mereka tidakmerasa berdosamelakukan kecurangan terhadap golongan lain. Orang yang seperti ini tidak dapat Beriqro’ Bismirobbik, tetapi beriqro atas kepentingan dirinya dan golongannya saja.
Banyak bangsa yang terbelenggu lantaran membanggakan bangsanya. Namun tidak sedikit pula yang terbelenggu karena merasa minder lantaran berasal dari keturunan biasa atau bahkan yang terbawah. Di sisi lain ada yang terjangkit belenggu strata superior dan di sisi yang lainnya terjangkit belenggu strata inferior. Ini yang oleh sebagian ahli kitab disebut ‘ummi’.

Di antara ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: "tidak ada dosa bagi Kami terhadap orang-orang ummi[206]. mereka berkata Dusta terhadap Allah, Padahal mereka mengetahui. (QS 3/ali-Imron : 75)

c) Kesombongan akal
Dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan penghargaan kepada orang-orang yang berakal dan menggunakan akalnya secara optimal dan benar. Akan tetapi ketika kecerdasan akal ini sudah dibanggakan, berarti bahaya sudah membayang. Orang yang sudah bangga denga akalnya menganggap dirinya kayak arena kepandaiannya, terhormat karena kecerdasannya dan serta merta lupa kalau itu karunia Alloh SWT. Pada saat itu yang dipuji-puji bukan Aloh SWT, tetapi dirinya. Al-Qur’an menokohkan Qorun sebagai contoh orang-orang yang selalu menyombongkan akalnya.

Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". dan Apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. (QS 28/al-Qhashash : 78)

d) Persangkaan yang dianggap kebenaran
Jika dibandingka antara yang diketahui manusia dan tidak diketahui manusia, tentu yang tidak diketahui itu jauh lebih banyak jumlahnya. Apalagi menyangkut hal-hal yang ghoib, hanya Alloh Yang Mahatahu. Alloh SWT telah membentangka informasi melalui kitab dan Rosul-Nya. Karena itu, yang telah diinformasikan Alloh SWT dan Rosul-Nya kita imani, itulah kebenaran. Sementara persangkaan-persangkaan manusia jangan sampai mengesampingkan kebenaran dari Alloh SWT. Bila kita mengikuti persangkaan kita dan mengabaikan kebenaran dari Alloh SWT, pastilah tersesat

e) Nafsu yang diikuti
Nafsu adalah kekuatan yang ada dalam diri manusia. Bila kekuatan ini bisa dikendalikan oleh iman, maka nafsu dapat menjadi kendaraan mencapai tujuan kebaikan. Tapi bila nafsu tak terkendali akan menjadi senjata makan tuan. Nafsu yang diikuti cenderung akan membawa manusia pada kesenangan duniawi. Bila sudah demikian, manusia akan lupa kepada Alloh SWT. Orag yang senantiasa mengikuti kemauan nafsunya akan menjadi budaknya. Orang itu sesungguhnya telah menjadikan nafsu sebagai Tuhannya. Dia tidak lagi bisa menerima peringatan kebenaran. Ilmu yang dimiliki justru digunakan untuk memenuhi kemauan nafsunya. Ukuran kebenaran didasarkan pada nafsunya.

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS 45/al-Jatsiyah : 23)

f) Cinta dunia
Bagi orang yang cinta dunia, maka dunia akan menjadi hijab antara dirinya dengan kebenaran hakiki. Hatinya diliputi oleh kesibukan yang menumpuk dan melupakan kehidupan setelah mati. Orang memiliki dunia tidak dilarang, asalkan dapat dijadikan alat untuk menuju kebaikan. Tetapibila seseorang sudah cinta dunia, maka tujuan hidup baginya adalah dunia ini. Aspek yang menjadi perhatian adalah aspek fisik duniawi, sementara aspek ruhaniah diterlantarkan. Padahal sampainya amal kepada Alloh SWT membutuhkan sisi ruhaniah yang memadai. Orang yang cinta dunia dipastikan Alloh SWT neraka tempatnya.

Adapun orang yang melampaui batas. Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia. Maka Sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). (QS 79/an-Naazi’aat : 37-39)

g) Pendapat orang banyak
Seseorang yang sering mengikuti pendapat orang banyak sebagai kebenaran sering tersesesat. Sebab ukuran kebenaran itu bukan banyaknya. Kebenaran hakiki itu dari Aloh SWT. Betapapun banyakorang yang menyatakan sebagai kebenaran, tetapi bila tidak sesuai dengan kebenaran dari Alloh SWT, harus ditolak. Sebaliknya, meskipun kebanyakan orang menganggap sebagai ketidakbenaran, tetapi benar menurut wahyu dari Alloh SWT, kita harus berani menerimanya. Inilah perbadaan antara Islam dan Demokrasi.

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). (QS. 6/al-An’am : 116)

Hal ini dapat kita lihat langsung pada diri Rosululloh saw. Dimana beliau membawa risalah ini benar-benar murni kebenaran dari Alloh SWT. Tidak terkontaminasi oleh pengaruh warisan nenek moyangnya, karena telah terputus dengan proses keyatiman beliau. Tidak terkontaminasi oleh keterikatan dan kebanggaan penyandang kelas sosial, fanatisme kesukuan dan kebagsaan, karena telah terkondisi dengan lingkungan natural (alami) sebagai pengembala. Tidak pula dipengaruhi oleh kebanggaan ilmu kemanusiaan dan cinta dunia sebagaimana halnya Qorun (QS 28/a-Qoshosh : 78), karena beliau terlahir tidak dari golongan keilmuan tertentu, tapi benar-benar ummi dan alami, ini terbukti dari amanahnya beliau sebagai pedagang. Tidak dikotori oleh keterikatan dan belenggu hawa nafsu, terbukti dengan beristrinya beliau dengan Khadijah yang berlatar belakang kesucian, kemuliaan akhlak dan pribadi yang terhormat. Serta tidak dikotori oleh kebanggaan akal dan persangkaan-persangkaan dari faham-faham tertentu, ini terbukti dengan proses pencarian kebenaran yang beliau jalani denga bertahnnust di Gua Hiro sampai akhirnya beliau menerima wahyu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar